Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang umumnya tumbuh di daerah tropis. Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan berupa biji, yang selanjutnya diolah menjadi bubuk coklat yang biasa digunakan sebagai minuman penyegar dan makanan ringan. Di Indonesia, pada tahun 1999 produksi kakao sebesar 417,5 ribu ton dan pada tahun 2004 sebesar 580 ribu ton (Warta Ekonomi, 2005). Produksi yang tinggi menghasilkan kulit buah kakao sebagai limbah perkebunan meningkat. Menurut Darmono dan Panji,T (1999), limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini mencapai sekitar 60 % dari total produksi buah.
Pada dasarnya, kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman. Kadar air dan bahan organik pada kakao lindak sekitar 86%, pH 5,4, N total 1,30%, C organik 33,71%, P2O5 0,186%, K2O 5,5%, CaO 0,23%, dan MgO 0,59% (Soedarsono dkk, 1997). Kandungan protein kulit bnuah kakao mencapai 20,4 % yang jika dibenamkan ke dalam tanah akan meningkatkan jumlah hara yang dibutuhkan tanaman, disamping itu kulit buah kakao juga dapat digunakan sebagai sumber gas bio dan bahan pembuatan pektin (Tumpal dkk, 2003)
Rachman Sutanto (2002) mengemukakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Kompos mempunyai sifat drainase dan aerasi yang lebih baik dibandingkan dengan kascing, namun demikian kascing mempunyai kandungan unsur hara yang tersedia untuk tanaman dan kemampuan sebagai penyangga (buffer) pH tanah. Secara biologis keduanya mempunyai mikroba yang penting bagi medium tumbuh bibit kakao. Mikroba yang terdapat pada kascing dapat menghasilkan enzim-enzim (amilase, lipase, selulase dan chitinase) yang secara terus menerus dapat merombak kompos kulit buah kakao sehingga unsur hara yang terkandungnya menjadi tersedia untuk tanaman.
Tabel 1 diatas menunjukan bahwa setiap tahun panen kakao yang terus meningkat akan menyebabkan limbah panen berupa kulit kakao juga terus meningkat, namun jika limbah ini dimanfaatkan sebagai kompos atau pupuk organik tambahan bagi pertumbuhan kakao akan lebih menghemat biaya produksi dan bisa menggantikan pupuk anorganik yang apabila terus ditambahkan ke tanah akan merusak kesuburan tanah itu sendiri. Berkurangnya tingkat kesuburan tanah diakibatkan oleh penggunaan pupuk kimia (anorganik) dan bahan kimia (pestisida) yang terus menerus, sehingga merusak biologi fisik tanah. Untuk meningkatkan produktivitas suatu tanaman diperlukan alternative lain, yaitu sesuatu yang digunakan sebagai campuran media atau pupuk yang dapat memberikan nutrisi bagi tanaman tanpa merusak biologi dan fisik tanah. Pemupukan organik merupakan salah satu usaha untuk menambah hara makro dan mikro bagi tanaman sekaligus memperbaiki struktur tanah (Rino, 2009).